Kamis, 16 Februari 2012

Kuburan Purbakala Ke'te Kesu

Sekilas Kete' Kesu

KETE Kesu merupakan satu dari sekian banyak lokasi wisata di Kabupaten Toraja Utara yang cukup menarik minat turis manca negara maupun domestik. Setiap wisatawan yang ke Toraja, akan menyempatkan diri berkunjung ke objek wisata yang masih menyimpan panorama kepurbakalaan berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia sekitar 500 tahun bahkan lebih tua lagi. 
  •  JIKA ingin menyaksikan perkampungan asli Toraja datanglah ke Kete Kesu. Berusia lebih dari 400 tahun. Konon, kondisinya tetap seperti 400 tahun lalu. Kete Kesu adalah kompleks tongkonan (rumah tradisional Toraja) yang paling populer dan paling indah di Toraja.

    Kete Kesu terletak di kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berada sekitar empat kilometer sebelah selatan kota Rantepao atau 14 kilometer sebelah utara Makale.

    Sebagai tempat wisata, Kete Kesu cukup lengkap, terutama bagi yang hendak memotret kehidupan komunal tradisional orang Toraja. Kete Kesu adalah sebuah area di mana beberapa tongkonan berdiri berjajar, dilengkapi dengan lumbung padi (alang sura), area upacara pemakaman (rante), dan tempat pertemuan adat.

    Tongkonan-tongkonan itu lengkap dengan berbagai ornamen seperti ukiran khas Toraja dan tanduk kerbau yang disusun di muka. Semakin banyak dan semakin tinggi tanduk yang tersusun menandakan semakin tinggi derajat sosial penghuninya. Di dalam kompleks Kete Kesu ada juga museum yang menyimpan berbagai artefak kuno.

    Sementara di sekitar kompleks Kete Kesu ada liang (pekuburan tradisional) berupa lubang-lubang pada batu cadas. Ada pula panorama persawahan yang indah menghampar. Dengan itu semua Kete Kesu adalah sebuah poros di mana masyarakat hidup, menentukan pranata, menjalani kehidupan, dan memenuhi berbagai kebutuhan.

    Tongkonan tersebut didirikan oleh Puang Ri Kesu dan diwariskan secara turun temurun kepada kekerabatannya. Turunan Puang Ri Kesu masih hidup sekarang. Kompleks itu menjadi cagar budaya, tetap digunakan sebagai ajang kegiatan adat tapi tidak ditinggali. Kete Kesu adalah potret kebudayaan megalitik di Tana Toraja yang paling lengkap.

    Berbagai souvenir dijajakan penduduk di sekitar kompleks tongkonan itu. Ada nampan, tatakan gelas, gelang, kalung, patung, hiasan dinding, dan lukisan. Semuanya bermotif ukiran Toraja karya tangan mereka. Tatakan gelas dijual Rp 1.000, nampan Rp 20.000 Rp 25.000, sedangkan lukisan yang diukir bisa jutaan rupiah.

    Dari arah Rantepao, pengunjung berbelok ke jalan kecil sejauh tiga kilometer yang bisa dilewati dua kendaraan. Bisa dengan kendaraan pribadi atau fasilitas transport hotel.
     Kete' Kesu adalah salah satu tujuan wisata paling populer di Toraja. Kete' Kesu berarti "pusat kegiatan". Sebutan itu sesuai dengan apa yang bisa ditemui di sana, yaitu adanya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatan adalah deretan rumah adat yang disebut "tongkonan", berasal dari kata "tongkon" yang berarti "duduk bersama-sama". Deretan tongkonan ini (sebagian masih dihuni), berhadapan dengan deretan lumbung padi yang disebut "alang".

    Di Kete' Kesu juga terdapat pengukir-pengukir yang handal membuat ukiran untuk rumah adat, hiasan dinding, souvenir, dan tau-tau (patung untuk menghormati orang meninggal yang dikuburkan). Di Kete' Kesu juga terdapat dua jenis kuburan, yaitu kuburan di bukit batu dan kuburan yang berupa bangunan. Kuburan di bukit batu ini sudah sangat tua. Tumpukan "erong" (peti mati) sudah banyak yang lapuk, dan tulang-tulang berserakan di alam terbuka.
     Keistimewaan Kete' Kesu adalah bangunannya yang benar-benar masih asli, ditandai dengan atapnya yang terbuat dari anyaman daun. Pada bangunan-bangunan tradisional yang baru, banyak digunakan atap seng sebagai pengganti anyaman daun. Di Kete' Kesu juga terdapat semua unsur penting dalam budaya masyarakat Toraja, yaitu tongkonan (rumah), alang (lumbung padi), kuburan, dan tempat pembuatan kerajinan ukiran.Di tempat ini, wisatawan akan dengan mudah menyaksikan tumpukan tulang-belulang dan tengkorak manusia yang disimpan dalam sebuah wadah. Wadah penyimpanan tulang-belulang ini menyerupai sampan atau perahu.

    Selain tumpukan tulang-belulang, beberapa kuburan ‘megah’ milik para bangsawan dengan desain yang cukup unik juga dapat dijumpai di tempat ini. Puluhan bahkan ratusan hasil kerajinan tangan dan senjata tajam khas masyaraat Toraja juga dijajakan di sekitar lokasi wisata Kete Kesu.

Cabe khas super pedas dari Toraja

Lada Katokkon
Hampir semua orang mengenal cabe, salah satu tanaman sayur atau bumbu masak. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau putih, buah yang sudah masak berwarna merah . Jika cabe dibelah, akan menemukan tangkai putih di dalamnya yang mengandung zat capsaicin yang seperti minyak dan menyengat sel-sel pengecap lidah. Zat inilah yang mengakibatkan cabe menjadi pedas dan panas di lidah ketika konsumsi.
Cabe mengandung vitamin C dan A Selain itu cabe berkasiat menambah nafsu makan,menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, batuk berdahak,melegakan rasa hidung tersumbat pada sinusitis dan migrain. (Cabe Rawit)
Di Toraja  cabe dikenal dengan nama lada. Ada dua jenis lada yang khas  yaitu : Lada Katokkon dan lada Barra’.  Lada dipergunakan sebagai bumbu masak pada masakan Toraja seperti pa’piong, patollo pamarrasan, tollo lendong, utan tuttu’ atau tu’tuk lada .
Lada Katokkon
Lada Katokkon memiliki warna kehijauan saat buah masih muda lalu berubah warna menjadi orange dan berwarna merah ketika matang.   Rasanya super pedasss sampai air mata keluar saat mencicipinya.
Kalau diperhatikan lada katokkon  mirip seperti  keluarga cabai “habanero” (perlu penelitian lebih lanjut hehehe). Cabai atau cabe habanero merupakan cabe yang menempati urutan ke-2 (kedua) dan urutan ke-3 (ketiga) terpedas di dunia. (TOP 10 Cabe Terpedas Di Dunia).
Ini dia… Savina Merah habanero  menempati urutan ke dua
Cabe ini adalah varietas khusus dari cabe Habanero, yang dikembangbiakkan khususagar mendapat cabe yang lebih pedas, besar dan berat. Frank Garcia di Walnut, California adalah pengembang cabe Red Savina ini. Metodenya masih rahasia dan tidak diketahui umum. Cabe ini memegang rekor sebagai cabe terpedas di dunia dari tahun 1994 sampai 2006 dan dicatat oleh Guinness World Records. Namun pada Februari 2007, cabe ini harus turun dari singgasananya, dikalahkan oleh yang ada saat ini di peringkat 1 Naga Jolokia (Bhut Jolokia).
Kalo ini Habanero pepper urutan ketiga
Cabe ini adalah salah satu cabe yang amat pedas pada genus nya, yaitu capsicum. Saat mentah berwarna hijau, saat matang warnanya oranye atau merah. Namun kadang terlihat juga warna putih, coklat dan bahkan pink! Ukuran panjang sekitar 2-6 cm. Cabe ini banyak berasal dari Yucatan dan daerah sekitar pantainya. Nama cabe ini berasal dari kota di Cuban, kota di La Habana. Walaupun tempat itu bukanlah tempat asalnya, namun cabe ini banyak deperjualbelikan disana.
Coba kalo dibandingkan dengan lada katokkon rada miripkan !!!!
Lada Barra’
Lada barra’ (barra’ dalam bahasa toraja berarti beras). Lada barra’ berarti cabe beras . Lada barra memiliki ukuran yang kecil dibanding cabe rawit, kurang lebih seperti beras sehingga disebut lada barra. Tapi.. soal rasanya makkkyuss benar , jauh lebih pedas dari cabe rawit.
Lada Barra’ memiliki warna hjau tua saat buah masih muda lalu berubah warna menjadi orange dan berwarna merah ketika matang.
Kalau cabe rawit menempati urutan keempat nih
Thai Pepper dalam bahasa Indonesia. Cabe Rawit, Sunda. Cengek, Thailand Thai. phrik khi nu, Tagalog. siling labuyo. Cabe ini banyak terdapat di Thailand dan tetangganya seperti Kamboja, Vietnam, Indonesia, dan sekitarnya. Ternyata orang Indonesia memang kuat pedas, buktinya cabe yang biasa “dimakan” sehari-hari saja berada di ke-4.
Tingkat kepedasan cabai dapat di ukur dengan menggunakan skala Scoville Heat Unit. Skala ini ditemukan pada tahun 1912 oleh seorang ahli kimia berkebangsaan Amerika, Wilbur Scoville dengan menggunakan metode Scoville Orgaoleptic Test. Metodenya cukup sederhana, yaitu dengan mencampur ekstrak cabai dengan air gula. Campuran ini kemudian di ukur kepedasannya oleh para panelis yang biasanya terdiri dari 5 orang. Air gula akan di tambahkan secara terus menerus hingga rasa pedas tidak terdeteksi oleh para panelis tersebut.
Tingkat pencampuran itu memberikan ukuran bagi skala Scoville ini. Cabai manis yang tidak mengandung capsaicin sama sekali, pada skala Scoville nilainya nol. Sebaliknya, cabai yang mempunyai peringkat 300.000 menunjukkan bahwa ekstraknya harus dicampurkan 300.000 kali lipat sebelum capsaicin yang hadir di dalamnya tidak terasa lagi. Metode ini masih memiliki kekurangan karena adanya potensi subyektivitas dari panelis yang menguji.
Lada Barra

Selasa, 07 Februari 2012

Ini dia pulau terkecil di dunia, pulau simping

Kalimantan Barat merupakan daerah dengan beragam objek wisata yang memesona. Mulai dari Tugu Khatulistiwa dan Sungai Kapuasnya yang tersohor, pantai-pantainya yang tak kalah indah, hingga beragam panorama alamnya yang belum terjamah. Belum lagi kekhasan budaya dari masyarakat setempat.



Salah satu di antara berbagai objek wisata yang ada di Kalimantan Barat, ada satu yang sangat unik dan pastinya hanya ada di Kalimantan Barat saja. Ialah pulau Simping. Pulau yang dahulunya dikenal dengan nama pulau Kelapa Dua ini terletak di Teluk Mak Jantu', tepatnya berada di kawasan Sinka Island Park, Singkawang.


Yang menjadikan Pulau ini sangat unik adalah keberadaannya yang ternyata merupakan 'PULAU TERKECIL DI DUNIA'. Rekor ini sendiri sudah dicatat oleh PBB, sehingga keberadaannya sebagai pulau terkecil sudah diakui oleh dunia internasional. Hmm, unik bukan?



Pulau ini merupakan daratan yang tediri dari pasir dan bebatuan yang ditumbuhi beberapa pohon di atasnya. Di sana juga terdapat semacam klenteng kecil tempat warga tiong hoa setempat biasa sembahyang. Di pulau mungil ini juga tersedia suguhan pemandangan pantai, laut, dan perbukitan yang apik mengelilinginya. Tak heran jika pulau ini hampir tak pernah sepi pengunjung.


Lokasi objek wisata ini cukup mudah dijangkau. Dari kota Pontianak hingga ke Sinka Island Park sendiri memakan waktu sekitar 3-4 jam perjalanan. Untuk dapat menyeberang ke pulau ini tidaklah sulit karena sudah ada jembatan yang menghubungkannya ke pantai, sehingga anda bisa mencapainya dengan berjalan kaki saja. Tertarik untuk berkunjung

Yuk Dukung TONGKONAN Toraja masuk warisan budaya dunia ^_^

Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan rumah adat Tongkonan di Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan untuk masuk dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO.
Staf Ahli Bidang Multikultural Kementerian Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi Kreatif Hari Untoro Dradjat pada Pentas Budaya dan Kesenian Daerah menegaskan hal tersebut di Lapangan Kodim Rantepao Kabupaten Toraja Utara, Kamis (29/12), yang menjadi rangkaian akhir kegiatan wisata di Kabupaten Toraja dan Toraja Utara, “Lovely December” 2011.
Ia mengatakan, Tongkonan mulai diperjuangkan dalam daftar warisan dunia sejak 2002.
Kemudian, pada 2004, Tongkonan masuk dalam daftar antre warisan budaya dunia dengan nomor registrasi 1.038.
Hingga saat ini, lanjutnya, simbol kebudayaan di Tana Toraja itu masih terus diperjuangkan menjadi warisan budaya dunia.
Secara keseluruhan, potensi pariwisata budaya, tradisi dan alam Toraja serta kegiatan “Lovely December” telah menjadi salah satu agenda penting pariwisata nasional yang terus dipromosikan.
“Lovely December adalah kegiatan pariwisata yang memperlihatkan bahwa masyarakat Toraja sangat menghargai tradisi dan mengembangkannya sebagai destinasi budaya,” katanya yang mewakili Menteri Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi Kreatif Mari E. Pangestu.
Dengan citra baru pariwisata Indonesia “Wonderful Indonesia”, kegiatan wisata tahunan “Lovely December” Toraja diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian target wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara pada 2011.
“Mari kita kerja keras untuk terus mendorong peningkatan kunjungan wisatawan. Saya mengapresiasi Pemprov Sulsel serta Pemerintah Kabupaten Tanah Toraja dan Toraja Utara yang terus menerus melakukan percepatan pengembangan pariwisata mandiri, modern melalui berbagai kegiatan “Lovely December”. Budaya masyarakat yang terlahir dari tradisi harus terus dikembangkan,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan penghargaan kepada seluruh pihak yang terlibat dan menilai bahwa kegiatan wisata yang telah ketiga kalinya digelar tersebut memiliki arti penting dalam pengembangan pariwisata, budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, pertemuan pemuda internasional 2011 tentang MDGs and Cultural Heritage Preservation yang digelar IYF Committee bersama Komunitas Pemuda Toraja didukung Youth Desk-Indonesian National Commission for UNESCO telah menyatakan mendukung Toraja agar diakui sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO. Yuk, kita dukung Tongkonan Toraja masuk salah satu Warisan Budaya Dunia.
Bila kamu tergerak ikut mendukung langkah ini, like and share berita ini ke teman-teman kamu.